Rabu, 05 Desember 2012

Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Penanganan Pasca Panen (Training of Trainers/TOT) Karet

Kegiatan TOT dilaksanakan di Balai Penelitian Karet Sembawa Sumatera Selatan pada tanggal 2 - 5 Mei 2007.  Acara ini dibuka oleh Bapak Direktur Penanganan Pasca Panen mewakili Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Menurut rencana kegiatan ini dihadiri oleh 40 peserta, namun ternyata telah dihadiri oleh 48 peserta. Peserta pelatihan adalah petugas dinas propinsi/ kabupaten dari 16 propinsi penghasil karet di pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan (daftar peserta dan daerah asalnya terlampir.

Pertemuan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan aparat pembina/petugas penyuluh lapang di bidang penanganan pasca panen karet yang baik dan benar sehingga mampu memberikan pelatihan yang sama di daerah masing-masing.  Peserta mendapatkan materi tentang penanganan pasca panen karet (teori dan praktek) serta pemasaran karet dengan narasumber dari Balai Penelitian Karet Sembawa. Selain itu, peserta mendapatkan materi mengenai program pengolahan dan pemasaran hasil pertanian (Ditjen. Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian), permasalahan  pasca panen karet di Sumatera Selatan (Disbun. Prop. Sumsel),  Pengenalan bentuk-bentuk produk primer hasil komoditi karet (Komkarindo), dan Persyaratan mutu bokar (Gapkindo Prop. Sumsel).  Untuk menambah wawasan peserta, pada hari terakhir dilakukan kunjungan lapang ke pabrik crumb rubber (PT. Badja Baru) dan pasar lelang karet di Kabupaten Prabumulih.

Adapun hal-hal penting yang diperoleh dari pertemuan ini serta dari diskusi yang berkembang adalah sebagai berikut:
  1. Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekspor karet alam urutan 2 (dua) di dunia setelah negara Thailand.  Meskipun produksi karet Indonesia masih dibawah negara Thailand namun dari sisi luasan Indonesia memiliki areal karet terluas di dunia. Kenyataan ini menunjukan bahwa tingkat produktivitas karet Indonesia per satuan luas masih dibawah tingkat produktivitas di negara lain (Thailand dan Malaysia).  Namun demikian peluang ekspor karet alam Indonesia ke depan masih tetap cerah bahkan Indonesia dapat menjadi negara pemasok karet utama mengingat 2 pemasok utama lainnya (Thailand dan Malaysia) sudah tidak mampu lagi meningkatkan produksinya karena keterbatasan lahan pengembangan.
  2. Dibalik peluang yang sangat besar tersebut, tuntutan terhadap bahan baku yang bermutu merupakan suatu tantangan yang besar bagi Indonesia. Mutu bahan baku karet yang diekspor ke luar negeri sangat ditentukan oleh penanganan bahan olah karet di tingkat petani. Semenjak Indonesia  dikenalkan dengan produk crumb rubber dengan SIR (Standar Indonesian Rubber), mutu bahan olah karet yang dipersiapkan oleh petani semakin merosot.  Bentuk sheet angin yang pada mulanya dikenal masyarakat dan menjadi produk utama yang dihasilkan petani karet sedikit demi sedikit berubah dan diganti dengan bentuk sleb terutama di sentra karet di wilayah Sumatera. Melalui bentuk sleb tersebut terjadi penemuan bahan olah karet utamanya dengan cara mencampur bokar dengan bahan ikutan lainnya yang tidak ada kaitannya dengan mutu. Pencampuran ini untuk mendapatkan tambahan berat timbangan dengan cara yang tidak wajar. Kondisi mutu bokar yang buruk ini dimanfaatkan oleh pedagang perantara untuk mendapatkan keuntungan melalui tekanan harga kepada petani.
  3. Pada pertengahan tahun 2006, di propinsi Sumatera Selatan mulai ditemukan pencampuran bokar dengan bahan karet mati (vulkanisat), antara lain di Kabupaten Ogan Komering Ulu Desa Batumarta dan Kabupaten Muara Enim (Desa Muara Gula, Kecamatan Gelumbang dan Desa Prambatan, Kecamatan Abab).  Dampak dari pencemaran karet vulkanisat adalah ditolaknya ekspor karet Sumatera Selatan oleh konsumen luar negeri yang pada akhirnya dapat merusak struktur perekonomian rakyat Sumatera Selatan khususnya petani karet.  Solusi yang telah diambil untuk mengatasi masalah ini adalah:
  4.        a.    Meningkatkan penyuluhan kepada petani karet, pedagang pengumpul, dan pabrik pengolah karet agar tidak          /memproduksi, memperdagangkan dan mengolah karet yang tercemar daengan karet vulkanisat;
b.      Karet yang sudah terkontaminasi agar tidak diproses lebih lanjut dan tidak diperjualbelikan oleh pedagang pengumpul;
c.      Membentuk Tim terpadu pengawasan mutu bokar di Sumatera Selatan (Keputusan Gubernur Sumatera Selatan No. 101/Kpts/IV 2007 tgl 27 Februari 2007);
d.      Melaksanakan koordinasi, pembinaan, pengembalian dan pengawasan mutu bokar rakyat di segala lini;
e.      Membuat surat edaran kepada seluruh Bupati dan Walikota di Kabupaten/kota tentang himbauan akan karet terkontaminasi;
f.       Membuat kesepakatan bersama (MoU) tentang perbaikan cara menyeleksi bokar di pabrik crumb rubber pada tanggal 5 April 2007, yang dihadiri oleh Gubernur Sumatera Selatan.  Dalam kesepakatan ini, disepakati : 1) Setiap pabrik  harus menyeleksi bokar yang masuk dari perkebunan rakyat dengan cara membelahnya, sehingga bisa dilihat apakah dalam pencampurannya ditemukan bahan vulkanisat dan juga terlihat tingkat kebersihan dari bokar tersebut. 2) Pabrik karet hanya dibolehkan menerima karet dengan Kelas Mutu (KM) paling rendah KM3, yaitu bokar dengan tingkat kebersihan: cukup bersih, jenis kontaminan: ringan, dan bahan penggumpal yang dianjurkan (Deorub, Deorub K, asam semut, SPECTA) dan bahan yang dibolehkan (cuka para) sedangkan KM 4 dan KM 5 harus ditolak.
g.      Selain itu akan ditempuh upaya pendekatan/penyuluhan kepada petani melalui lembaga keagamaan karena hal ini terkait dengan keimanan yaitu kejujuran.
4.      Pencampuran bokar dalam bentuk sleb oleh petani dengan memasukkan tatal, ranting/kayu, tanah dll, atau merendam dalam kolam disangka oleh petani dapat meningkatkan berat timbangan bokarnya, yang pada akhirnya menambah pendapatan.  Padahal tanpa disadari hanya akan merugikan petani itu sendiri karena akan menanggung biaya pengangkutan, pembersihan di pabrik karet remah, mutu yang rendah dan harga yang murah.  Selain itu dari bokar yang berbentuk sleb tebal, sulit diolah menjadi karet SIR (Standar Indonesian Rubber) yang bermutu tinggi (hanya dapat diolah menjadi SIR 20).  Karena itu kalau petani ingin mendapatkan harga karet yang lebih tinggi, petani harus merubah dari membuat sleb tebal dan kotor menjadi menjual lateks kebun, membuat sheet angin atau sleb tipis.
5.       Balai Penelitian Karet Sembawa telah menemukan pembeku yang terbuat dari asap cair yang dikenal dengan Deorub.  Deorub ini dapat berfungsi sebagai pembeku lateks, mencegah dan menutup bau busuk bekuan, mempertahankan nilai plastisitas (Po dan PRI), memberikan bau asap khas dan warna coklat. Karet remah yang dihasilkan mempunyai mutu spesifikasi teknis, sifat fisik vulkanisat dan karakteristik vulkanisasi setara dengan pembeku asam format dan bahkan lebih baik.
6.                  Dari kunjungan lapang ke pabrik crumb rubber PT Badja Baru di Palembang, terlihat bahwa bokar yang masuk ke pabrik tersebut memang banyak yang sengaja dicampur, baik dengan kayu, tanah, dll, bahkan dengan kantong plastik (Foto terlampir).  Hal ini dapat terlihat pada waktu petugas pabrik melakukan seleksi dengan membelah bokar yang masuk, sesuai dengan kesepakatan yang telah ditandatangani.  Disamping itu kunjungan ke pabrik penghasil asap cair (deorub) sebagai bahan pembeku lateks dan dapat menghilangkan bau tidak enak pada bokar.
7.                  Pasar lelang bokar merupakan bentuk interaksi antara permintaan langsung dari konsumen (pedagang besar atau pabrik pengolah) dan penawaran langsung dari petani, dimana harga transaksi adalah harga tertinggi yang ditentukan  secara transparan dan dilaksanakan di tingkat lokal.  Pasar lelang bokar atas insiatif petani/kelompok tani saat ini telah tumbuh diberbagai daerah, diantaranya adalah pasar lelang karet TCSDP Unit Prabumulih Sumatera Selatan yang ditangani oleh KUD Berkat di Desa Lubuk Raman yang aktif sejak tahun 1984. Pada pelatihan ini dilakukan kunjungan lapang ke pasar lelang tersebut.  Pasar lelang ini merupakan salah satu contoh pasar lelang yang tumbuh secara swakarsa, masih aktif sampai dengan saat ini dan mampu tumbuh dengan baik.  Pada Koperasi Unit Desa (KUD) ini tercatat 40 Tempat Pengumpulan Karet (TPK) dengan anggota 4.000 orang. Dalam lelang kali ini, ada 25 TPK dan 12 pembeli yang ikut dengan produksi yang ditawarkan sebanyak kurang lebih 1.068 ton. Dengan adanya pasar lelang ini, petani mendapatkan harga yang lebih baik daripada menjual langsung kepada pedagang perantara disamping bakar tidak perlu di bawa ke pasar.  Bokar dari masing-masing TPK mempunyai mutu yang berbeda-beda, sehingga perlu penanganan pasca panen yang baik agar diperoleh produk dengan kualitas yang homogen.
8.               Perbaikan mutu bokar yang dihasilkan oleh rakyat, harus dilakukan secara serempak, karena kalau yang berkualitas baik hanya sebagian kecil, maka dalam proses produksi di pabrik tidak akan signifikan, sehingga pabrik tidak memberikan apresiasi harga terhadap bokar berkualitas baik tersebut.
9.                  Praktek-praktek yang dilakukan oleh peserta adalah praktek penyadapan karet di kebun karet Sembawa dan cara stimulasi dengan menggunakan bahan etrel untuk merangsang keluarnya lateks, praktek pengukuran kadar karet kering yang digunakan sebagai bahan dasar dalam perhitungan harga serta praktek pengolahan bokar menjadi sheet angin, blangket, lump mangkok serta sleb di pabrik  pengolahan, Balai Penelitian Karet Sembawa.
10.              Dalam pelatihan ini dilakukan pengujian terhadap pengetahuan peserta sebelum dan sesudah pelatihan (pre dan post test), untuk mengetahui sejauh mana pelatihan ini dapat meningkatkan pengetahuan peserta. Dari hasil pre dan post test diperoleh hasil sbb:
a.      Nilai rata-rata kelas untuk materi penanganan pasca panen/penyadapan meningkat dari 6,33 (sebelum pelatihan) menjadi 7,54 (setelah pelatihan)
b.      Nilai rata-rata kelas untuk materi pengolahan meningkat dari 6,91 (sebelum pelatihan) menjadi 8,14 (setelah pelatihan)
c.      Nilai rata-rata kelas untuk materi penyadapan meningkat dari 6,04 (sebelum pelatihan) menjadi 7,29 (setelah pelatihan)
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan, secara umum pelatihan ini dapat meningkatkan pengetahuan peserta dalam penanganan pasca panen karet.
11.              Menurut hemat kami pelajaran ke depan yang dapat diambil dari kegiatan TOT ini antara lain :
a.      Dengan mengambil lokasi di Balai Penelitian Sembawa yang memiliki peneliti-peneliti handal (berperan sebagai instruktur dan nara sumber) dan fasilitas yang sangat baik, para peserta telah mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas tentang cara penyadapan karet, pengolahan bokar, cara pengukuran kadar karet kering.
b.      Praktek lapang ke PT Badja Baru telah menambah wawasan para peserta tentang cara memproduksi crumb rubber dan mutu yang dihasilkan serta proses memproduski deorub/asap cair
c.      Bagi para pelaksana di Pusat (Subdit Pasca Panen Perkebunan) telah menambah pengetahuan dan wawasan dalam rangka  mengembang-kan pola-pola penanganan pasca panen karet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar